Laman

6 Agu 2014

Bukan Fanfic

Jakarta, 17 Agustus 2016


"AYO! AYO! SEMANGAT! SEMANGAT!"

"AYOOOO LO PASTI BISA!!!"


"SEMANGAAAT! AYO! MENANG! GO FIGHT WIN!!!"


Pagi itu di desa DamaiNanAsri, lomba perayaan hari kemerdekaan Indonesia dilaksanakan sangat meriah.


Seluruh warga antusias menyemangati teman-temannya yang mengikuti bermacam-macam lomba—seperti balap karung, panjat pinang, makan kerupuk, cari koin dalam tepung, balap keong, banyak banyakan like di askfm, dan tahan tahanan disetrum.



Seorang gadis yang belum genap usia 19 tahun, Shintya Ayu Lestari—seorang mahasiswi lulusan Galan—dengan berapi api mengikuti lomba di desanya yang tercinta itu.


Awalnya, ia tidak ingin mengikuti lomba, dikarenakan ia baru saja menaikkan keanggunannya menjadi 93%, setelah lulus dari SMA tempat dimana ia dimusnahkan harga dirinya


Namun, karena seluruh warga mencintainya dan ingin melihatnya merlomba, apadaya, ia pun mengikuti...semua lomba yang diselenggarakan panitia.


Shintya juara 3 lomba makan kerupuk, juara harapan 2 lomba balap karung, juara harapan 1 cari koin dalam tepung, juara 1 tahan setrum, tidak juara dalam banyak banyakan like di askfm dan balap keong karena tergeser oleh Pak Amri


Akhirnya dia pun mengikuti lomba panjat pinang.

Semuanya antusias mendukung idolanya. 


Shintya semakin bersemangat.


Ia pun memanjat tiang listrik dengan sepenuh hati, sepenuh jiwa dan raga hanya demi mendapatkan daster impor gambar muka pak camat, dan sendal gratisan dari bungkus susu


"WOAAAAH!!!!" Serunya seraya merayap terus menerus keatas, keringat bercucuran pada pantatnya, hidungnya kembang kempis.

Sampai akhirnya...tangannya meraih hadiah diatas dan...


"YEEESSSSSS AKU MENDAPATKANNYA KAWAN KAWAN!!!!!!!!" Jeritnya girang sambil melompat lompat diatas tiang, kemudian shuffle.



"YEEEAAAH! ALL HAIL QUEEN SHINTYA!" Semua orang memujanya.


Saat ia mengangkat hadiahnya tinggi tinggi ke udara seraya bersorak sorak bersama pendukung, tibatiba matanya menangkap sosok yang tak asing dipandang.


Seorang pria dengan postur tubuh tegap, menggunakan baju hitam ketat--menampilkan tubuh kekar nan berototnya--dan celana boxer bergambar Powerpuff Girls, juga sepatu Converse--cuma sebelah.


Shintya mengedipkan matanya berkali kali, berusaha mengingat siapa pria itu--karena pria itu menatapnya dengan pandangan sama, sebelum akhirnya ia tersenyum dan tertawa padanya.


"Lah anjir juga ini orang!"


Kemudian ia teringat...


Wajahnya langsung pucat


"IVAAAAN?!!!!!"


Dengan kecepatan turbo, Shintya berlari turun dari atas tiang, menghampiri Ivan yang tertawa terbahak bahak padanya.






"Lo baru pindah kesini?" Tanya Shintya pada Ivan. Saat itu mereka berjalan menjauhi tempat lomba sembari Shintya membersihkan wajahnya yang penuh noda dengan tangannya yang penuh noda.


Ivan tertawa kecil, "Iya. Gue ga nyangka lo disini juga jing. Gua tadi speechless bgt lo tambah lincah aja naik naik tiang kayak gitu. Awas lu gabisa bunting, aaamiin." Canda Ivan dengan wajah menyebalkan.


Shintya memasang wajah jutek. "Najis lu van kalo ngomong gadiayak kayak Rayzi. Gaada usaha buat bantu gua naikin harga diri pisan." Shintya murka dengan anggun, masih membersihkan wajahnya.


"Bego lu." 


Shintya nengok ke Ivan. "Lu yang bego."


"Lu lah!" Bantah Ivan, "masa lu bersihin muka lu yang dekil hina dan nanahan itu dengan tangan lu yang gakalah hina dan penuh cacing tanaman itu?! Ya makin dekil lah lu!" Seru Ivan seraya mengambil sesuatu dari kantong boxer PowerpuffGirls-nya.


"Anjeng." Kutuk Shintya murka.

Tiba-tiba, wajah Shintya dilempar dengan handuk putih bersih.


"Tuh pake." Ujar Ivan ketus, masih melanjutkan jalannya.


Shintya bingung sejenak. Tumben Ivan baik, batinnya.


"Gapapa gue kotorin nih?"


"Gapapa gapapaa, santai, daripada ngeliat lu dekil gua bawaannya murka." Canda Ivan.


"Saaje dengkul cacing" canda Shintya.


"Yeee cabe busuk." Balas Ivan, Shintya tertawa, membersihkan wajahnya dengan handuk.


"Kangen SMA gua jadinya, inget dulu sama Venue sering bales balesan gituan, gak bermoral." Shintya nostalgia.



"Bodo." Balas Ivan.


"Najis."


"Gua juga kangen laah sama Vito, Rayzi, Sarah, Astrid, Bunga, Mira, Made! Eh malah ktemu sama lo" Ivan ketus.


"Yeee kentong ronda. Bersyukur lu ketemu gua. Ansos lu disini."


"Eh lo udah makan belum, Shin?" Tanya Ivan tiba tiba, Shintya yang tadinya cemberut, kini hidungnya kembang kempis mendengar pertanyaan Ivan, tandanya dia lapar.

"Belum bgt van. Laper gua. Makan yuk!" Shintya jadi agresif

"Yuk, denger denger ada bengkel sekitar sini"

"Ye tai ketombe lu kira gua makan ban kempes."

Ivan mendengus. "Maksud gua ada makanan enak deket bengkel!!!!" seru Ivan. "Lagian sejak kapan lo berhenti ngemut ban bekas?"

"Ye udah lama jink udah khilaf gua usus buntu makan gituan."

"Pantes cantikan ya, udh ga ngemil ban sama oli lagi." Ujar Ivan datar kemudian. 

Entah Ivan gombal atau apa, tapi Shintya merasa wajahnya memanas ketika Ivan berkata seperti itu. Tapi Ivan rasanya biasa biasa aja.

'Ah paling cuma iseng.'

Shintya menyingkirkan rasa ngefly di hatinya kemudian membersihkan upil yang semula dileletkan pada bandonya.

"Yaudah ayo makan! Lo traktir ya." Seru Shintya semangat.

"Enak aja! Bayar sendiri!" Bantah Ivan.

"Anjir lu masih banyak utang sama gua van pas SMA!"

"Utang apaansyiihque! Udah gue bayar semua sebelum kita wisuda!!" 

Dan berantemlah mereka disana, toyol toyolan, jambak jambakan, tampar tamparan, tonjok tonjokan, tendang tendangan, sampai akhirnya Ivan kalah karena Shintya sempet ikut privat Silat terus sekarang punya jurus listrik yang bisa nyetrum gitu.

"Yaudah gua traktir! Tp lo dandan dulu yang cantik gua tunggu depan pos satpam, malu gua jalan sama cewe dekil item angus ga layak dipertontonkan." Seru Ivan kemudian berjalan menjauhi Shintya. 

Shintya merengut manja sejenak.

Kemudian tak lama kemudian, ia tersenyum.

Creepy.

'Ini kencan dong ya..?' Batinnya, aga jijik tapi senang karena akhir akhir ini cowo yang deket sama dia besoknya kecelakaan, kayak nabrak semut, kaki kepentok meja, ketauan nyolong daleman bencong, dsb.

Kemudian Shintya tertawa kecil.


Lebih creepy dari The Conjuring.



--------------——------------


Ivan hampir 3 jam nunggu Shintya di pos satpam. Dan Shintya ga kunjung dateng.

Mobil jaguar miliknya hampir terbungkus oleh sarang laba laba saking lamanya nunggu.

"Ah mana sih cewe gila itu?" Ivan mulai kesel. Masalahnya daritadi dia udah mencoba segala cara untuk mengusir kebosanan. Mainin klakson, joget joget lagu Jupe - Aku Rapopo, fanboying Super Junior, fanboying Powerpuff Girls, teriak teriak sendiri liat muka di spion, sampe teriak teriak beneran garagara ada nenek nenek dibelakangnya—ternyata itu neneknya Ivan ketiduran di mobil. 


"Ah semprul nih cewe. Pokoknya kalo dia dateng gua tabrak aja."

Dan datanglah wanita berambut panjang.

Rambutnya lurus rapih diterpa angin sore yang sejuk, dress berwarna tosca mempercantik penggunanya, sepatu high heels tosca membuat penggunanya tambah tinggi, tas (buat hiking) berwarna tosca, lipstik berwarna tosca, kutek warna tosca, dan stoking warna tosca. Ah indahnya Hydrilla ini.

Sudah percaya diri cantik, Shintya tersenyum manis pada Ivan.

Ivan tercengang sesaat, mulutnya tidak bisa tertutup. 

Dan saat Shintya ingin berkedip kedip malu....


"Tiba tiba gua ditabrak anjeng." Ujar Shintya pada majalah Vogue, menceritakan kejadian saat itu.


"KENAPA LU NABRAK GUA HAH SIALAN LU BANGKE BANTENG" seru Shintya, mukanya yang lecet tambah lecet.

"LU GACOCOK PAKE TOSCA JRIT. KAYAK ORYZA SATIVA. KAYAK PLANTAE. TAU GA?! HAH?! MOOD GUA ANCUR." Ivan malah marah marah.


"KATA LU SURUH DANDAN!!"

"DANDAN BUKAN PESTA KOSTUM TUMBUHAN!"

"INI UDH PALING MAXIMAL CANTIKNYA GABISA LAGI!"

"LU KAYAK MAU FOTO BUAT MAJALAH TRUBUS TAU. MATI LUU!!" Ivan ngegas mobilnya lagi. Shintya makin kejengkang.

Akhirnya Shintya memutuskan ganti baju yang simpel simpel aja. Kaos V neck warna pink, gelang silly bandz warna warni, celana jeans ngatung, kacamata item, dan sepatu high heels warna hitam.

Shintya udah optimis dia cantik. Ivan gabisa mempungkirinya.

"Gua ditabrak lagi anjeng." Curhat Shintya pada salah satu radio di Paris.
"KENAPA LO NABRAK GUA LAGI ANJEEENG?!!!" 

"GUA KIRA LU BENCONG! GUA TABRAK AJA DARIPADA DIGODAIN! NGAPAINSI LU DANDAN KAYAK BENCONG?!!!!!"


"KATA LU SIMPEL?! INI SIMPEL JING KENAPA LU KIRA GUA BENCONG INI GUAAA INI SHINTYA INI GUA!!"

"SUARA LU KAYAK BENCONG! MATI LU!!!" Ivan ngegas lagi. Shintya makin kejengkang.

Akhirnya Shintya pake baju serba item. Jadi kalo dia ditabrak lagi, dia siap mati.

BRUK

"KENAPA GUA DITABRAK LAGI!!!!!!!!!!!!!!!!!!"

"EH SHINNNN GAKELIATANNNN!"

Akhirnya mereka gagal makan bareng.

Shintya pulang dengan tubuh penuh memar, dan perasaan yang tersakiti.

Ia kira Ivan sudah berubah menjadi cowok gentleman, mapan, dan menghargai wanita manapun.

Tapi ternyata Ivan tidak berubah. Ia hanyalah cowok childish bertubuh kekar yang masih nonton Powerpuff Girls, dan selalu membully dirinya. Bahkan disaat Shintya sudah menjadi anggun, Ivan lah satu satunya pria yang merusak harga dirinya lagi. Sungguh sakit hati berbi.

Shintya membersihkan luka lukanya dengan kompres hangat, kemudian merebahkan dirinya diatas kasurnya yang nyaman.

Shintya memandang bingkai foto yang menampakkan foto masa SMA-nya.

Foto itu adalah foto saat ulangtahun Bunga yang ke 17, di Bandar Jakarta.


Shintya sangat merindukan masa masa kejayaan Venue bersembilan.

Sejak kelas 10, mereka sering bermain bersama. Rayzi, Astrid, Sarah, Bunga, Mira, Made, Vito, dan tentu saja, dirinya dan Ivan.

Kini mereka sudah sibuk masing masing.

Dan kini Shintya cuma bisa ketemu Ivan.

Dan Ivan sepertinya malah tambah gondok ketemu Shintya.

Shintya menghela nafas, ia sangat merindukan masa masa SMA. 

Ketika dirinya sudah mau tidur, tiba tiba jendela kamarnya diketuk oleh seseorang.

Shintya pucet.

"Anjir...jangan jangan itu Anabelle...gua harus panggil ustadz..."

Ketukan itu terdengar lagi.

"Sialan... Anabelle udah mulai betah ama gua... Salah gua mungut dia..."

Terdengar lagi.

"Eh apa itu Chucky ya? Adoh lebih parah inimah Chucky maenannya piso."

Lagi.

"Alah palingan Lotso."

Akhirnya Shintya membuka jendela dan menemukan sosok lebih seram daripada Lotso, Chucky, maupun Anabelle.

"Ivan!"

"Hai."

Ivan bertengger didepan jendela Shintya, muka sok cool parah minta dikentutin banteng.

"Ih lo kok..bisa naik kesini?! Ini kan lantai dua!!!" Shintya mulai panik panik ajaib.

"Hmmm shin, sebenernya..gue itu..."

"APA VAN APA?!"

"Gue udah berubah jadi vampir shin..."

Shintya terbelalak kaget.

"VAAAN KOK BISA?!!!" shintya hampir meneteskan air matanya.

"Jadi pas gue pulang dr club, gue ditarik terus gue digigit—hanjir gua cuma bercanda bego! Jangan mewek!" Ivan nabok muka Shintya yang berlinangan air mata lebay.

"Lah cuma boongan? Terus..."

"Iye. Lu kan masang tangga govlok."

Ohiya. Kan Shintya daridulu impiannya ada cowo maskulin bakalan nyelamatin dia dari ibunya yang melarang mereka berhubungan , cinta terlarang gitu, makanya buat antisipasi, Shintya pasang tangga.

"Ngapain lo kesini?"

"Errr...gua cuma mau mastiin lo baik baik aja, shin."

"Halah bullshit lo. Sana turun." Shintya hendak menutup jendelanya, namun Ivan menghentikan pergerakannya.

"Ihh lo gapapa kan?"

"Menurut lo??"

Ivan pun menatap lutut Shintya yang lecet.

"aduh... Itu parah banget lagi lukanya.. Sorry yak..."

"Enak bat lu sora sori. Sakit anjer ditabrak jaguar."

"Hmmm...udah diobatin?


"Udah tadi pake air keras." Celetuknya ketus. Shintya hendak menutup jendelanya lagi.

"Mau gua obatin ga?"

Shintya hening sejenak.

Ivan masih menunggu jawaban, mata belo nya menatap Shintya serius, tidak main main.

Shintya meneguk ludahnya. Sejak kapak Ivan jadi perhatian? Kayaknya tadi sore kayak bison lepas.

"Gausah. Udah mendingan kok." Shintya masih jutek.

"Errr yaudah! Gini aja. Besok kita dinner bareng abis lo kuliah, gue jemput, gimana?" Tawar Ivan. Shintya sih tadinya masih jual mahal.

"Makan yang mahal juga ayo gue traktir!" Seru Ivan.

Shintya mukanya berbinar binar "Oke! See u tomorrow!" Ahimtus pun menutup jendelanya dan gordennya seraya tersenyum malu malu.

Terdengar suara tawa kecil dari Ivan diluar sana dan ia menuruni tangga. Terdengar juga suara anjing menggonggong dan jeritan gadis kecil—eh apa itu Ivan dikejar anjing?

Shintya tidak peduli.

Yang penting doski besok bisa makan gratis sepuasnya.

Shintya pun menyiram air keras pada lukanya lagi agar sembuh.

------------------——--------------


Sesuai janji, Ivan menjemput Shintya sepulang kuliah, dengan jaguarnya, tentu saja.

Shintya tadinya ditertawakan teman temannya karena seluruh kakinya korengan (dan begonya dia pake rok mini).

Ia pun terkejut ketika melihat mobil jaguar familiar mendekati dirinya. Shintya berhenti sejenak. Teman teman di sekitarnya memandang dengan pandangan "woah" kepada mobil itu.

Pemilik mobil itu membuka pintu mobilnya.

Ternyata itu Ivan.

Semua orang berbisik bisik di belakang, ada yang cekikikan, ada yang memuja muja Ivan yang kini menggunakan kacamata hitam dan sepatu mengkilap, dsb.

"Shin, ayo katanya mau dinner bareng?" Seru Ivan pada Shintya yang saat itu masih terpaku kayak orang bloon.

Semua orang tercengang.

'Hah demi apa ini cogan cowonya Shintay'

'Astaga! Lucky banget Shintay!'

'Astaga kilap korengnya Shintay terhapus  oleh kilap Jaguar so much!'

'Omg im gonna kill that bitch'

Abaikan yang terakhir.

Dengan malu malu, Shintya pun berjalan mendekati Ivan. Ivan pun membukakan pintu mobil untuknya, dan membiarkan Shintya masuk, and off they go.

------——------------

Yak mereka pun makan di restoran yang kata Ivan mahal.

"Van....ah lo mah bikin baper sialan."

"Kenapa emangnya? Enak kan makan disini?"

Ternyata Ivan membawa Shintya ke tempat dimana Bunga merayakan 17th birthday partynya bersama Venue, Bandar Djakarta.

"Ihhhh parah parah kangen banget masa laluuu"

"Ha pantesan muka lu mundur terus orang mikirin masa lalu mulu."

"Ye drpd gigi lu maju mikirin istri masa depan yang ga kunjung datang."

"Bulu ketek Sarah!"

"Pantat Rayzi!"

"Udah udah! Ayo kita pesen tempat!" 

Ivan pun memesan tempat duduk, kemudian setelah beberapa saat menunggu, mereka pun dipanggil oleh pelayan. Akhirnya, Shintya dan Ivan pun duduk di tempat pesanan.

Setelah mereka duduk, Ivan tentu saja memesan makanan kepada pelayannya

"Mas, mau pesen" bisiknya di telinga pelayan sambil gelayutan manja

"Pesen apah" mas masnya ikutan manja

"Itu mas" ivan toel pantat pelayannya, cabul jir. "Jadi gini..."


-

Shintya nungguin Ivan sangat lama, sampai sampai ia berencana ingin pulang saking lamanya. Kerjaan dia cuma bales balesin askfm dari fans fansnya, dan ketika ia mengangkat kepalanya, Ivan tak kunjung datang.

Shintya menyibak rambut indahnya, kemudian menopang dagunya, bete.

"Manasih si Ivaaan," keluh Shintya kesal. 

Akhirnya Ivan datang juga, 

"Eh shin sorry lama tadi lagi nyabutin bulu ketek hehe"

"Oiya gapapa, eh iya btw kan waktu SMA lo buluketeknya rimbun, bagus tau, kenapa dicukur?"

"Yaa sebenernya ga mau sih," Ivan mengambil posisi duduk didepan kursi Shintya, "tapi udah mulai tumbuh parasit aneh gitu shin, matanya banyak, gua takut lah tiap malem ketek gua ada banyak suara ketawanya."

Shintya mengernyit jijik.

"Ehiya shin gue pesenin udang sama cumi goreng, suka kan lo?" Tanya Ivan, Shintya berbinar binar

"Suka bangeeet! Parahh van lo tau darimana gue suka udang sama cumi?"

Ivan tertawa kecil "Ya tau laah," ujarnya seadanya

Mereka berbincang bincang lama, tentang masa masa SMA mereka, dan lain sebagainya, sampai akhirnya....pesanan mereka datang.

Awalnya, cuma ada mas mas yang nganterin udang sama cuminya sambil ngedipin mata ke Ivan, terus mas masnya pergi, dan mereka bersiap menyantap makanan mereka.

Shintya mengambil garpu dan sendok dengan semangat, kemudian mengambil udang di piringnya, dan nasi. Kemudian, dia mulai makan.

Ivan tampak menatap Shintya serius dengan senyum tipis di bibirnya. Shintya melirik Ivan heran.

"Napelu"

"Gapapa"

"Boong lu, gapernah lu ngeliatin gua seserius itu, mana senyum kayak gitu serem anjir."

Ivan nyengir lagi, menampakan behelnya yang berwarna polkadot.

Dia berdiri sambil pegang pantat.

"Gua cepirit di celana, bentar yak." Sambil nyengir, dia permisi.

Shintya ngelepeh udangnya.

Bisa bisanya lagi makan cepirit di celana! Apa coba motivasinya.

Setelah beberapa lama, Ivan kembali lagi, sekarang dengan popok baru yang bisa sekali pakai! Ivan mau pakai celana dalam!

Shintya ngelirik Ivan jijik, tapi tetep senyum.

"Udah cebok?"

"Udah, tadi udah ngeringin pantat juga pake handdryer hehe."

Shintya bergidik jijik. Ini Ivan udah gede makin menjijikan hina dan tak layak hidup.

Akhirnya mereka makan lagi.

Tiba-tiba.....

Ivan merasa giginya mengunyah sesuatu yang keras.

"Hmm..." Ivan mukanya gaenak.

"Kenapa van?" Tanya Shintya , bingung.

"Kayaknya gua ngunyah tulang cumi dah.. Keras banget..."

Shintya berkedip kedip, "Yaudah lepeh lah. Emang cumi punya tulang?"

Ivan menghentikan bicara Shintya, "Tar dulu gua mau berusaha ngunyah!!!!" Setelah mengunyah ngunyah, matanya melotot.

Anjir....

Ivan melepeh cuminya, dan menatap apa yang ada di atas tangannya.

Sebuah cincin emas.

Bego!!!! Malah gua yang ngunyah!!!

Shintya ikutan bengong. 

"Van lu napa pake gigi emas kalo udah pake behel?"

Ivan diem sebentar......

Tibatiba, Ivan bangkit, kemudian ............



PARAH PARAH GUA MAU NERUSIN MOMEN IVAN NGELAMAR SHINTYA TAPI TERLAMPAU JIJIK JD LANJUTIN SENDIRI AJA YAK!!!!! 


KAWIN LARI SEASON SHIPPUDEN



Tidak ada komentar:

Posting Komentar